Rabu, 31 Maret 2021

Tuhan, Kuatkan Bahu Kami


 "Tetapi tiada awan di langit yang tetap selamanya, demikian pun tiada mungkin akan terus-menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita, kerap kali lahirlah pagi yang seindah-indahnya, dan itulah jadi pelipur hati saya. Kehidupan manusia itu sama betul dengan keadaan alam. Yang tiap-tiap hari harus kita doakan kepada Tuhan: Kekuatan!."

Begitu R.A. Kartini menuliskan suratnya. Kata-kata yang begitu mencengkram jiwa untuk selalu tegar bahwa tiada masalah yang tiada berakhir begitu pula kebahagiaan tiada pula yang bertahan selamanya.

Kartini ingin menjelaskan kepada kita bahwa tiada masalah yang tidak dapat diselesaikan atau masalah tanpa akhir, semua masalah ada pada waktunya tersendiri dan akan selesai pada waktunya pula, bukan berati kita melepas diri dari masalah tersebut tapi masalah yang diusahakan untuk diselesaikan pasti akan berujung usai juga nantinya meskipun harus terduyung-duyung menyelesaikannya.

Sebagai manusia yang telah hidup dan mengenyam kehidupan kita pasti pernah menemui masalah yang begitu berat dan besar yang kita sendiri tidak tahu bagaimana masalah tersebut harus kita selesaikan. Untuk dapat menyelesaikan masalah tentu bahu kita harus kuat serta kokoh untuk membawanya agar dapat diselesaikan, hanya diri kita sendirilah serta Tuhan yang mempu menguatkannya dan membuatnya bertahan.

Sebagai manusia kita pasti juga pernah merasakan kebahagiaan seakan diawang-awang seperti semuanya berwarna dan ceria, sama seperti masalah yang akan berakhir begitu pula dengan kebahagiaan tiada yang abadi. Kadang yang menyenangkan hati sekarang, besok justru menjadi sebaliknya. Kadang tawa bisa seketika berganti tangis, kebahagiaan dan kesedihan selalu datang beriringan. Semua ada waktunya.

Entah apa yang akan kita temui di depan yang terpenting adalah bagaimana kita percaya pada diri kita sendiri bahwa kita dapat melalui apapun yang akan kita temui di depan, masalah, kesedihan, kecewa, tertawa, maupun bahagia, jangan lupa memohon pada Tuhan untuk selalu menguatkan bahu kita apapun yang terjadi.


Don't give up, I won't give up
Don't give up, no no no

Sia - The Greatest

Rabu, 24 Maret 2021

Ondel-Ondel, Antara Budaya dan Mata Pencaharian

"Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bakal melarang penggunaan ondel-ondel sebagai sarana untuk mengamen atau mengemis dan meminta-minta uang. Pemprov DKI menyiapkan sanksi bagi pihak-pihak yang masih mengamen menggunakan ondel-ondel."

Artikel Sumber Berita :

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210324090831-20-621330/pengamen-ondel-ondel-akan-dilarang-di-jakarta 

Masalah ini sangat menarik untuk dibahas apalagi banyak yang meresponnya dengan berbagai respon yang berbeda ada yang mendukung ada yang menolak ada juga yang memberikan solusi atau alternatif lain. Ondel-ondel merupakan bentuk pertunjukkan rakyat betawi yang biasanya ditampilkan pada hari-hari tertentu saja.

Sejujurnya saya merasa senang ketika pertunjukkan ondel-ondel ini kembali bangkit dan menjadi mudah ditemui dipinggir-pinggir jalan, dipemukiman-pemukiman bahkan di gang-gang sempit. "Luar biasa masih ada orang yang mempertunjukkan ondel-ondel keliling", gumam saya dalam hati. Hanya saja ketika berjalannya waktu ada problem yang timbul akibat petunjukkan ondel-ondel ini yaitu dikomersialisasikan dan digunakan untuk mengamen serta jumlahnya semakin banyak sehingga menjadi seperti mata pencaharian, bahkan kadang kita dapat menemui dua iring-iringan pengamen dengan ondel-ondel ini dalam satu wilayah yang sama dan tidak berjauhan, yang dapat menyebabkan jalan tersendat jika kita menemuinya dipinggir jalan.

Beberapa kawan saya juga membalas status whatsapp saya ketika saya membahas masalah pelarangan mengamen dengan ondel-ondel ini ada yang mendukung ada yang menolak pelarangan ini, kebanyakan mereka mendukung pelarangan ondel-ondel bahkan ada yang menceritakan pengalaman yang tidak mengenakan terhadap pengamen yang menggunakan ondel-ondel ini. "Menurut gue tindakan pemerintah bener dhik melarang ondel2 buat ngamen, masa iya kebudayaan indonesia (ondel2) dipake buat ngamen, yagasih? Harusnya kalo mau melestarikan yaa digunakan di acara acara atau buat tempat pameran ondel2 gituu." kata salah satu teman SMK saya. "Kadang juga maksanya smpe sujud sujud, bukannya iba malah gedek jadinya yagasih." lanjutnya.

Ada juga teman saya yang tidak mendukung pelarangan pengamen dengan ondel-ondel ini, dengan alasan itu adalah mata pencaharian dari pada pengamen ondel-ondel tersebut. "walaupun niat mereka buat nyari duit, tapi justru lebih baik ondel-ondel ketimbang topeng monyet. kalau misalnya mengganggu jalanan ya seharusnya pemerintah beri mereka tempat." Kata salah satu teman saya membalas status Whatsapp saya. "tempat itu sih bisa macem" sih, mungkin lebih tepatnya sarana, sarana dimana mereka bisa mengenalkan budaya betawi dan juga menjadi sarana yg menarik wisatawan, gw bukan ahlinya soal ginian atau tau mungkin pemerintah udah nyediain sanggar atau apa, tapi kalau mereka harus digusur pp kayaknya kasian karena rata" pengamen ondel-ondel sendiri jg kebanyakan anak" bau kencur yg taunya ya paling "ga ada duit gw gabisa makan." Pungkasnya.

Menurut saya pribadi ikon budaya Jakarta ini memang seyogyanya ditempatkan sesuai dengan tempat yang seharusnya dengan tidak dijadikan alat untuk mengamen apalagi meminta-minta (mengemis), tapi ada sisi lain yang harus kita angkat juga mengapa ada orang yang menggunakannya untuk mengamen atau bahkan mengemis?

Menurut saya karena sebelumnya masyarakat merasa bahwa kesenian ondel-ondel ini sesuatu yang jarang dilihat, dapat dikatakan sesuatu yang langka hanya dapat dilihat pada kesempatan tertentu dan tempat tertentu, maka dari itu mengamen menggunakan ondel-ondel dirasa mempunyai peluang untuk menarik perhatian lebih apalagi dapat mencakup tempat-tempat pemukiman penduduk dan gang-gang sempit.

Maka dari itu pemerintah yang memiliki wewenang semestinya dapat memasyarakatkan kesenian ondel-ondel ini kepada masyarakat, ketika pemerintah sudah menggalakkan kesenian ini menurut saya lambat laun pengamen yang menggunakan ondel-ondel ini akan hilang dan akan terganti dengan yang disajikan oleh pemerintah. Amat disayangkan kalau ikon Jakarta ini hanya ngejogrog (diam) didepan pintu institusi milik pemerintah entah itu dikantor kelurahan, didepan sekolah, dikantor kecamatan, dan masih banyak lagi yang sebetulnya tidak untuk ditaruh seperti patung.

Menurut saya pemerintah membuat wadah untuk kesenian betawi ini misalnya dengan mendayagunakan pengamen-pengamen ondel-ondel yang sudah terlanjur ada ini agar diarahkan serta diberikan pelatihan untuk menjadi pekerja seni, lalu dapat juga mendayagunakan anak muda karang taruna RT/RW untuk wilayah tempat tinggalnya, kemudian jika disekolah seperti di SMP/Sederajat atau SMA/Sederajat bisa mendorong siswa/i ekstrakurikuler kesenian disekolah tersebut untuk memainkan kesenian ondel-ondel ini, bisa juga menggerakkan dan memperkuat sanggar-sanggar kesenian betawi agar tetap berjalan dan lestari.

Melanggengkan budaya bukanlah sesuatu yang mudah, diperlukan kesabaran, kegigihan, semangat, dukungan masyarakat, serta anggaran dana yang tidak sedikit pula untuk mewujudkannya, tapi begitulah yang harus kita hadapi, pelestarian budaya tidak dapat menunggu-nunggu sampai dapat atau sampai mampu tapi memang sesuatu yang harus diperjuangkan.

Ondel-ondel teteplah ngigel sambil amprah-imprih kesono kemari...

Hak Asasi Manusia di Indonesia

Andika Ramadhan | 15 Juni 2021 A. Pengertian Hak Asasi Manusia Hak Asasi Manusia (HAM) ialah seperangkat hak yang sudah ada pada diri manusi...